Rabu, 14 Januari 2015

Presiden Jokowi menunda, pengamat mengecam

Presiden Jokowi menunda, pengamat mengecam

Presiden Joko Widodo,
Presiden Joko Widodo menyatakan sudah berkonsultasi dengan Kompolnas.
Langkah presiden Joko Widodo yang menunda pengambilan keputusan tentang apakah akan mencabut atau meneruskan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia menuai kecaman.
Para pengamat menganggap itu merupakan langkah keliru yang bisa membawa Jokowi kepada kerumitan baru.
Dalam jumpa pers Rabu (14/1) malam, presiden Jokowi mengatakan baru akan mengambil keputusan soal pengajuan nama Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, sesudah sidang paripurna DPR.
Setelah membuka dengan memuji proses pencarian jenazah dan puing-puing AirAsia, presiden memaparkan alasan pencalonan Budi Gunawan.
Ditegaskan bahwa ia sudah terlebih dahulu menanyakan soal rekening bermasalah Budi Gunawan, namun mendapat jawaban bahwa Mabes Polri menyatakan rekening Budi Gunawan sudah diperiksa dan dinyatakan tidak bersalah.
Jokowi menunjukkan surat klarifikasi Mabes Polri itu kepada wartawan.
Namun dalam proses selanjutnya, kata Jokowi, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.
"Kita menghormati KPK. Ada proses hukum di sini. Tetapi juga ada proses politik di DPR. Kita juga menghargai Dewan (Perwakilan Rakyat). Oleh sebab itu, sampai saat ini saya masih menunggu Sidang Paripurna. Sesudah selesai baru nanti akan kita putuskan, kebijakan apa yang akan kita ambil."
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, mengecam langkah Jokowi yang mengulur waktu dan tidak segera mencabut pencalonan Budi Gunawan.
"Ini keputusan yang buruk bagi Jokowi sendiri, karena menciptakan ruang politik yang akan jadi sangat rumit bagi dia sendiri. Sebenarnya kalau dia tarik pencalonan (Budi Gunawan) segera, bisa mencegah polemik yang terlalu besar. Karena nanti dinamikanya akan lebih rumit jika DPR sudah mengeluarkan persetujuan resmi (melalui paripurna)"
Sebelumnya, Komisi III DPR menanggapi langkah KPK yang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, justru dengan menunjukkan dukungan yang demonstratif, dengan langsung mengunjungi kediaman Budi Gunawan, mendampinginya jumpa pers, serta melangsungkan uji kelayakan dan kepatutan.
Komisi III dituntaskan dengan keputusan untuk menyetujui pengangkatan Budi Gunawan sebagai kapolri, yang akan disahkan lewat sidang paripurna Kamis 15 Januari.

Bunuh diri politik

Namun Bivitri Susanti berpendapat Jokowi sebaiknya menarik pencalonan Budi Gunawan sebelum DPR melakukan rapat paripurna karena, tambahnya, akan ada persoalan hukum dan prosedural jika paripurna menyetujui pengangkatan Budi Gunawan dan presiden tidak melantik.
Di pihak lain, dalam proses KPK, sekali sudah menjadi tersangka, maka tidak bisa ditarik lagi dengan kemungkinan dan Budi Gunawan menjadi terdakwa di pengadilan.
DPR
DPR akan menggelar sidang paripurna untuk memastikan pencalonan Kapolri.
Senada dengan itu, pengamat politik Airlangga, Pribadi -yang sedang menyelesaikan studi di Perth, Australia- mengatakan kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap Jokowi dipertaruhkan.
"Ini bunuh diri politik Jokowi di hadapan pendukungnya, yang semula meyakini bahwa dia akan membawa agenda perubahan, menerapkan pemerintahan yang bersih," kata Airlangga.
Namun dengan mencalonkan Budi Gunawan saja, Jokowi sudah memancingpenolakan publik yang begitu besar. Terlebih setelah Budi Gunawan jadi tersangka KPK namun Jokowi tetap tak bersedia menarik pencalonannya segera.
Dan, tambah Airlangga, Jokowi belum tentu diuntungkan secara politik. "Karena Jokowi sendiri bukan merupakan suatu agen politik yang kuat secara politik, yang bisa menguasai pertarungan politik di tingkat elit."
"Apabila ia meninggalkan dukungan politik massa (dengan tetap melanjutkan pencalonan Budi Gunawan) maka kekuatan politik yang dari dulu menentangnya akan semakin mudah melemahkan Jokowi," kata Airlangga, "karena basis politik utama Jokowi, yakni dukungan rakyat, makin memudar".
Sebelumnya, saat uji kepatutan dan kelayakan Budi Gunawan justru menuding KPK "mengganggu" kewibawaan pemerintah dan Polri dengan menetapkannya sebagai tersangka.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150114_jokowi_dikecam

Aktivis desak presiden batalkan pencalonan Budi Gunawan

Aktivis desak presiden batalkan pencalonan Budi Gunawan

Presiden mengatakan pencalonan Budi Gunawan berjalan terus.
Kontroversi pengajuan Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon kepala kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) makin tajam ketika para pegiat antikorupsi mengecam keras dan menyiapkan berbagai langkah lanjutan untuk menggagalkan pencalonan itu.
Presiden Joko Widodo, yang memegang kewenangan mengangkat Kapolri, mengaku sudah mempertimbangkannya dengan cermat.
Di sela-sela kunjungannya di Bandung, Senin kemarin (12/01), ia berkilah sudah mempertimbangkan secara matang pencalonan itu berdasarkan masukan dari Komisi Kepolisian Nasional.
Saat presiden menyampaikan hal itu, sejumlah pegiat antikorupsi mendatangi PPATK, untuk memastikan apakah Jokowi meminta masukan lembaga itu, di antaranya adalah Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional, Dadang Trisasongko.
"Kami dari Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan agar presiden bisa sedikit lebih berbesar hati, untuk mengundang KPK dan PPATK," cetus Dadang.
"Untuk sebuah keputusan yang sangat strategis, sangat penting, seperti memilih Kapolri ini, Jokowi mundur selangkah lah, untuk kebaikan ke depan, dari pada nantinya ujung-ujungnya seperti pemerintahan SBY, banyak menterinya ditangkap KPK," tegas Dadang.
"Itu akan meruntuhkan kredibilitas Presiden Jokowi sendiri."

Pemeriksaan internal

Polisi
Para aktivis meragukan penyelidikan internal Polri dalam kasus 'rekening gendut'.
Dadang Trisasongko menyebutkan, Budi Gunawan diduga tersangkut kasus rekening gendut, yakni rekening bank milik sejumlah jenderal, termasuk Budi Gunawan, yang nilainya puluhan miliar dan dinilai tidak wajar.
Kasus ini mencuat tahun 2010 lalu, namun tak pernah dilanjutkan dengan proses hukum, setelah pemeriksaan internal Mabes Polri menyebutkan bahwa tidak ada yang tidak wajar dalam rekening-rekening itu.
Itulah yang dijadikan dasar Komisi Kepolisian Nasional ketika memasukan nama Budi Gunawan sebagai salah satu dari lima calon Kapolri.
"Kami sebelum mengajukan (nama) itu sudah mendapat hasil klarifikasi dari Mabes Polri terhadap isu-isu itu. Mabes Polri sudah mengirim hasil klarifikasi itu tahun 2010, bahwa yang bersangkutan dinyatakan clear (bersih). Itulah yang menjadi pegangan kami, bahwa Pak Budi Gunawan tak punya masalah dengan rekening (gendut) tadi," kata anggota Kompolnas, Edi Saputra Hasibuan.
Hasil pemeriksaan internal Polri itu diragukan kredibilitasnya oleh para pegiat antikorupsi.
Lebih-lebih setelah Polri tak mau membuka hasil pemeriksaan itu kepada publik, bahkan setelah diperintahkan Komisi Informasi Publik atas gugatan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Anggota badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho menyebutkan, sebetulnya setidaknya sudah dua kali PPATK menyampaikan catatan tentang Budi Gunawan kepada pemerintah.
Pertama waktu Kompolnas meminta masukan PPATK untuk pencalonan Kapolri pengganti Timur Pradopo. Yang kemudian memperoleh jabatan Kapolri saat itu adalah Jenderal Sutarman, yang masih menjabat sampai sekarang.
Kedua, waktu penyaringan nama-nama calon menteri Kabinet Kerja Jokowi.
"Saya menduga di dua proses itu nama Budi Gunawan patut diduga tidak mendapat persetujuan KPK dan PPATK," kata Emerson.
"Karenanya cara yang diambil Jokowi sekarang, tidak melibatkan kedua lembaga itu, karena kemungkinan akan ada stabilo merah buat Budi Gunawan," tegas Emerson lagi.
Ketua bidang hukum dan monitoring peradilan ICW ini menjelaskan, data yang diperolehnya serta investigasi majalah Tempo menunjukkan, di rekening Budi Gunawan dan anaknya, terdapat transaksi mencapai kebih dari Rp50 miliar dari pihak yang bermasalah secara hukum.
Karena itu Emerson memprakarsai petisi menolak pencalonan Budi Gunawan.
Namun Presiden Jokowi bergeming. Ia mengatakan, pencalonan berjalan terus dan kini tinggal menunggu proses di DPR.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150112_kapolri_kontroversi

Kapolri umumkan 'rekening gendut' siang nanti

Kapolri umumkan 'rekening gendut' siang nanti

Kapolri Jendral Pol Bambang Hendarso Danuri
Penjelasan Kapolri terkait 'rekening gendut'sudah lama ditunggu publik
Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dijadwalkan akan langsung menyampaikan hasil penyelidikan Mabes Polri terkait lebih dari seribu rekening mencurigakan, yang sebagiannya diduga milik perwira tinggi polisi.
Kapolri akan menyampaikan penjelasan ini lepas sholat Jumat (16/07), siang nanti.
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jendral Pol Edward Aritonang, Kapolri akan didampingi pula oleh pejabat Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan PPATK dalam memberikan keterangan.
Adalah laporan dari PPATK kepada Mabes Polri terkait lalu lintas transaksi keuangan 2005-2010 yang menjadi dasar temuan rekening-rekening mencurigakan tersebut.

Makan korban 

Ramainya pemberitaan terkait rekening bernilai besar, yang kemudian lazim disebut dengan rekening gendut, membuat Mabes Polri berkali-kali disorot.
Mabes Polri bahkan kemudian mengadukan Tempo pada Dewan Pers terkait tudingan pencemaran nama baik karena majalah mingguan itu menggunakan citra tiga babi sebagai penggambaran rekening perwira Polri.
Belakangan sengketa ini berhasil didamaikan Dewan Pers, namun berikutnya jatuh korban lain seorang pegiat yang dianiaya diduga karena dia banyak melakukan penelitian dan pelaporan terkait kasus ini.
Polisi sempat membantah ada kaitan langsung antara kasus ini dan penganiayaan tersebut.
Tama Satrya Langkun, baru pulang dari rumah sakit akibat penganiayaan itu Kamis (15/07) kemarin, dan langsung meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan korban karena menduga pengalamannya bukan yang terakhir
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/07/100716_kapolrirekgendut

DPR akan tanya rekening polisi ke PPATK

DPR akan tanya rekening polisi ke PPATK

Yunus Hussein
Kepala PPATK Yunus Husein akan ditanyai rekening milik polisi.
Komisi III DPR RI yang membidangi hukum akan melakukan pertemuan dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) hari Senin (26/07).
Salah persoalan yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah adanya rekening gendut milik sejumlah pejabat Polisi.
PPATK akan ditanyakan kepastian sejumlah rekening mencurigakan yang dimiliki polisi itu.
"Pertemuan terkait aliran rekening gendut, seperti apa mereka, meskipun tidak bisa membuka tapi mereka harus memastikan hal itu," kata Nasir Djamil, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Pertemuan terkait aliran rekening gendut, seperti apa mereka, meskipun tidak bisa membuka tapi mereka harus memastikan hal itu
Nasir Djamil
"DPR selama ini belum mendengar langsung dari PPATK hanya mendengar dari media nah kami ingin tanyakan langsung hal itu nanti."
Polisi sendiri telah menyampaikan penjelasan seputar hal ini pertengahan Juli lalu. Saat itu Mabes Polri menyatakan dari 23 rekening perwira tinggi polisi yang dilaporkan PPATK, hanya dua rekening yang diduga merupakan hasil kejahatan.
Menurut Nasir dia akan bertanya seputar tindak lanjut laporan rekening mencurigakan yang telah disampaikan oleh PPATK kepada Kapolri.
"Saya akan tanyakan nanti apakah PPATK pernah menanyakan tindak lanjut pelaporan yang mereka sampaikan kepada Kapolri."
DPR hari Senin juga menjadwalkan pertemuan dengan Kepala Kepolisian Indonesia, Bambang Hendarso Danuri, namun menurut Nasir Djamil pertemuan itu dibatalkan karena Kapolri harus melakukan kunjungan ke luar Jakarta.

Mungkin tertutup

Nasir mengatakan, selain akan menanyakan sejumlah persoalan terkait rekening mencurigakan yang diduga milik perwira tinggi Polri, DPR juga akan menanyakan aliran rekening yang tersangkut kasus pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
"Persoalan ini juga penting, karena saya menilai polisi sepertinya tidak bergerak untuk menindaklanjuti pengakuan dari Gayus. Kita ingin tahu rekening milik perusahaan atau pejabat yang tersangkut dengan kasus Gayus ini," kata Nasir.
Menurut Nasir,ada kemungkinan pertemuan dengan PPATK ini akan berlangsung tertutup mengingat informasi yang diberikan oleh lembaga itu tidak boleh diinformasikan secara terbuka kepada masyarakat.
"Bisa saja ini tertutup kalau PPATK meminta seperti itu, mereka akan menanyakan informasi apa yang ingin diketahui oleh DPR dan kalau PPATK tidak bisa maka memang tidak bisa dilanjutkan karena alasan aturan undang-undang."
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/07/100726_dprmeeting

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan calon Kapolri, Komjen BG, sebagai tersangka kasus korupsi, seperti disampaikan dalam keterangan pers Selasa (13/01).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan calon Kapolri, Komjen BG, sebagai tersangka kasus korupsi, seperti disampaikan dalam keterangan pers Selasa (13/01).
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan perwira polisi BG ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi ketika menjabat sebagai pejabat di Mabes Polri.

"Kita ingin menyampaikan progress report dari kasus penyelidikan transaksi korupsi tidak wajar. KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014, jadi sudah setengah tahun lebih kami melakukan penyelidikan atas kasus transaksi mencurigakan," jelas Abraham.
Abraham mengatakan Komjen BG sejak lama sudah mendapatkan catatan merah dari KPK.
Abraham menyatakan keputusan untuk menetapkan Komjen BG sebagai tersangka dilakukan dalam forum expose yang dilakukan tim penyelidikan, jaksa dan pimpinan KPK.
Dalam penyelidikan, lanjut Abraham, KPK menemukan lebih dari dua alat bukti sehingga kemudian memutuskan untuk meningkatkan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.


Ketua KPK Abraham Samad mengatakan keputusan penetapan tersangka BG sudah sejak lama
KPK menyebutkan kasus pidana penerimaan hadiah dan janji dilakukan ketika BG menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.
Wakil Ketua Bambang Wijoyanto mengatakan KPK telah berupaya untuk menemui Presiden Joko Widodo tetapi belum ada kesempatan.
Sebelumnya, anggota badan pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, menyebutkan sebetulnya setidaknya sudah dua kali PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menyampaikan catatan tentang Budi Gunawan kepada pemerintah setelah PPATK menemukan sejumlah rekening mencurigakan di jajaran perwira Mabes Polri terkait lalu lintas transaksi keuangan 2005-2010.